Senin, 31 Maret 2014

Yang Lalu Biarlah Berlalu, Kita Abadi.

Saya tak pernah tahu, alasan apa yang melatarbelakangi perempuan itu mengirimi banyak batu terjal ke dalam hubungan kami. Sejak masa-masa pendekatan saya dan suami, sampai setelah menggelar resepsi pernikahan, ia mengirim lagi bencana yang sama. Entah karena ia masih dendam terhadap kesetiaan kami berdua, atau ia masih menyukai lelaki yang meminang saya ini. Di depan ia tampak baik-baik saja, tapi di belakang, ia menampar saya perlahan-lahan.
Suami saya pernah mengatakan bahwa ia sudah tak peduli dengan masa lalu kami, baik masa laluku maupun masa lalu dirinya, sambil mengecup kening dan kedua pipiku mesra. Ia mengingatkanku untuk mengabaikan perilaku-perilaku yang ditunjukan perempuan itu, karena ucapan dan tulisannya hanya memperkeruh keharmonisan kami, menyulut kemarahan kami dan saya kembali menjadi tidak dewasa ketika cemburu.
Tapi sekarang saya paham apa yang suami saya katakan. Tiap orang memiliki masa lalu, entah suka ataupun duka, tapi jangan pernah membangunkannya lagi, karena bisa menghambat masa depan kita. Saya mengerti, suami saya sudah melupakan perempuan itu sejak kami resmi berpacaran, hanya saya sajalah yang terus mengorek-ngorek isi masa lalu mereka sehingga saya sendiri yang akan jatuh sakit atau tersulut api karena sikap keingintahuan saya yang berlebihan.
Suami sayapun pernah berkata, ia amat cemburu dengan masa lalu saya yang hampir mirip dengan masa lalunya. Tapi ia tak pernah melakukan tindakan-tindakan yang bisa memicu rasa sakitnya karena mengetahui segala bentuk kisah masa lalu saya. Itulah sikap yang ia tunjukan, ia tak pernah ingin tahu dengan masa lalu saya, karena ia tak ingin sakit atau bahkan membuat hubungan kami jadi tak baik. Ia pecemburu, tapi berusaha “cuek” menanggapinya, itulah yang ia lakukan sehingga hubungan kami tetap harmonis tanpa beban masa lalu.
Kami mengerti, Tuhan mempersatukan kami dengan salah satu alasan untuk saling melengkapi. Kami bahagia dengan alur yang Tuhan sajikan saat ini terhadap kami. Tinggal bagaimana kami bisa mempertahankan keharmonisan rumah tangga ini dengan sesekali mengacuhkan hal-hal yang berpotensi menyulut amarah kami. 
Masa lalu biarlah menjadi debu, perlahan tersapu waktu. [*]


2 komentar:

  1. Entahlah sar. Nanti kalau kau sudah punya pendamping, bersiaplah merasakan hal sepele semacam ini -_- Semoga kalian berhasil melaluinya ^_^

    BalasHapus