Minggu, 18 September 2011

Penilaian Masyarakat Indonesia terhadap Sastra


oleh Intan Pertiwi

Sastra mungkin sudah tak asing lagi bagi segelintir  orang yang pernah mempelajarinya, terutama di  kalangan pelajar ataupun mahasiswa  khususnya lagi bagi mereka yang mengambil jurusan pada bidang tersebut. Namun, apakah mungkin pandangan masyarakat umum itu selalu positif dan mengagungkan  Sastra itu sendiri?
Dalam pandangan secara umum di kalangan masyarakat, sastra dianggap sebagai ruang gelap yang tak diketahui dan tidak dikenal.  Benarkah demikian?
Jika kita mengamati tentang perkembangan sastra di kalangan masyarakat, mungkin akan mampu memunculkan penilaian-penilaian yang beragam tentang  sastra itu sendiri.
Seperti yang tampak di kalangan masyarakat,  sastra tidak terlalu dikenal seluk beluknya oleh masyarakat luas. Bahkan masih banyak mayarakat yang buta akan sastra itu sendiri. Belum jauh kita bertanya pada segelintir orang tentang karya-karya sastra yang telah dibuat oleh para sastrawan, terkadang kita justru dihadapkan pada permasalahn mengenai ketidaktahuan mereka akan siapa-siapa saja yang dianggap sebagai sastrawan itu sendiri, terutama sastrawan di Negara Indonesia ini.  Jikapun mereka mengenalinya mungkin hanya beberapa sastrawan saja yang pernah mereka dengar. Seperti Chairil Anwar, Taufik Ismail, dan W.S.Rendra. Mungkin karya merekapun sebenarnya lebih dikenal hanya di kalangan dunia akademis saja atau Universitas yang kebetulan memiliki program kajian bahasa dan sastra Indonesia . Jadi belum tentu masyarakat umum mampu mengagungkan sebuah karya sastra karena memang mereka masih meraba-raba segala sesuatu tentang sastra itu sendiri.
Dalam sejumlah hal, bukanlah karena sastra dinilai tidak menarik bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi dalam pergaulannya, pembacaan atas hal-hal lain di luar sastra dianggap lebih mudah dipahami ketimbang harus menggeluti dunia sastra itu sendiri. Contohnya saja bidang lain di luar sastra yang dipandang lebih menarik minat serta perhatian masyarakat seperti bidang olahraga yang mungkin menimbulkan rasa penasaran bagi masyarakat kita ketika memang terjadi sebuah musim yang mengagungkan cabang olahraga tersebut. Sialnya, inilah yang tidak dimilki sastra Indonesia, sehingga ia hanya dibaca oleh kalangan terbatas di dunia akademik.
Adapun penghambat lain akan perkembangan sastra di  kalangan masyarakat Indonesia sehingga menimbukan penilaian miring terhadap sastra adalah minimnya pengetahuan masyarakat tentang kenikmatan yang ditimbulkan dari karya sastra tersebut. Tingkat sosial, ekonomi, pendidikan, maupun budaya (kebiasaan) dalam suatu lingkup masyarakat juga turut berpengaruh dalam penilaian-penilaian masyarakat Indonesia terhadap sastra.
Fakta yang sudah pernah kita temui di lingkungan terkecil misalnya keluarga adalah ketidaksetujuan orangtua atas keinginan anaknya untuk mengambil  jurusan di bidang sastra . Ada beberapa opini dari pihak keluarga yang mengatakan bahwa sastra tidak begitu menghasilkan sesuatu yang berlimpah, maksudnya jika hanya dipandang dari segi materi saja pekerjaan yang berhubungan dengan sastra dirasa kurang memberikan hasil yang maksimal. Sementara hal tersebut dinilai tidak akurat dan dikekang oleh mereka yang benar-benar menyukai dan mendalami ilmu tentang sastra. Bagi mereka pengagum sastra, kefokusan dan keseriusan terhadap sastralah yang mampu memberikan nikmat tersebut dan hasil yang maksimal. Menurut mereka jika memang seseorang ingin mendapatkan hasil yang maksimal dari bidang sastra tersebut, dibutuhkan kefokusan dan keseriusan dalam pembuatan karya-karya sastra serta kegemarannya dalam bidang sastra tersebut.
Namun, tak jarang masyarakat yang awam dalam dunia sastra mengatasnamakan sastra atau mungkin salah satu pekerjaan di bidang sastra contohnya penulis (sastrawan)  sebagai pekerjaan untung-untungan yang tidak memiliki penghasilan tetap, artinya hanya dianggap sebagai hobi dan bukan sebagai pekerjaan. Sehingga bidang sastra tersebut dikenal dan digeluti hanya terbatas pada mereka yang berada di lingkaran kelompok tertentu. Sedangkan di luar itu, sastra Indonesia tetap dianggap sebagai ruang gelap yang tak dikenal sama sekali.
Inilah yang menjadi keharusan pemerintah Indonesia untuk lebih menmbudidayakan perkembangan sastra di kalangan masyarakat luas serta lebih mengenalkan wawasan tentang sastra kepada tunas-tunas bangsa Indonesia berikutnya yang kelak akan meneruskan kelestarian budaya-budaya di negara Indonesia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar