oleh Intan Pertiwi
Sastra mungkin  sudah tak asing lagi bagi segelintir  orang yang pernah mempelajarinya,  terutama di  kalangan pelajar ataupun mahasiswa  khususnya lagi bagi  mereka yang mengambil jurusan pada bidang tersebut. Namun, apakah  mungkin pandangan masyarakat umum itu selalu positif dan mengagungkan   Sastra itu sendiri?
Dalam pandangan secara umum di kalangan  masyarakat, sastra dianggap sebagai ruang gelap yang tak diketahui dan  tidak dikenal.  Benarkah demikian?
Jika kita mengamati tentang  perkembangan sastra di kalangan masyarakat, mungkin akan mampu  memunculkan penilaian-penilaian yang beragam tentang  sastra itu  sendiri.
Seperti yang tampak di kalangan masyarakat,  sastra tidak  terlalu dikenal seluk beluknya oleh masyarakat luas. Bahkan masih  banyak mayarakat yang buta akan sastra itu sendiri. Belum jauh kita  bertanya pada segelintir orang tentang karya-karya sastra yang telah  dibuat oleh para sastrawan, terkadang kita justru dihadapkan pada  permasalahn mengenai ketidaktahuan mereka akan siapa-siapa saja yang  dianggap sebagai sastrawan itu sendiri, terutama sastrawan di Negara  Indonesia ini.  Jikapun mereka mengenalinya mungkin hanya beberapa  sastrawan saja yang pernah mereka dengar. Seperti Chairil Anwar, Taufik  Ismail, dan W.S.Rendra. Mungkin karya merekapun sebenarnya lebih dikenal  hanya di kalangan dunia akademis saja atau Universitas yang kebetulan  memiliki program kajian bahasa dan sastra Indonesia . Jadi belum tentu  masyarakat umum mampu mengagungkan sebuah karya sastra karena memang  mereka masih meraba-raba segala sesuatu tentang sastra itu sendiri.
Dalam  sejumlah hal, bukanlah karena sastra dinilai tidak menarik bagi  masyarakat Indonesia. Akan tetapi dalam pergaulannya, pembacaan atas  hal-hal lain di luar sastra dianggap lebih mudah dipahami ketimbang  harus menggeluti dunia sastra itu sendiri. Contohnya saja bidang lain di  luar sastra yang dipandang lebih menarik minat serta perhatian  masyarakat seperti bidang olahraga yang mungkin menimbulkan rasa  penasaran bagi masyarakat kita ketika memang terjadi sebuah musim yang  mengagungkan cabang olahraga tersebut. Sialnya, inilah yang tidak  dimilki sastra Indonesia, sehingga ia hanya dibaca oleh kalangan  terbatas di dunia akademik.
Adapun penghambat lain akan  perkembangan sastra di  kalangan masyarakat Indonesia sehingga  menimbukan penilaian miring terhadap sastra adalah minimnya pengetahuan  masyarakat tentang kenikmatan yang ditimbulkan dari karya sastra  tersebut. Tingkat sosial, ekonomi, pendidikan, maupun budaya (kebiasaan)  dalam suatu lingkup masyarakat juga turut berpengaruh dalam  penilaian-penilaian masyarakat Indonesia terhadap sastra.
Fakta  yang sudah pernah kita temui di lingkungan terkecil misalnya keluarga  adalah ketidaksetujuan orangtua atas keinginan anaknya untuk mengambil   jurusan di bidang sastra . Ada beberapa opini dari pihak keluarga yang  mengatakan bahwa sastra tidak begitu menghasilkan sesuatu yang  berlimpah, maksudnya jika hanya dipandang dari segi materi saja  pekerjaan yang berhubungan dengan sastra dirasa kurang memberikan hasil  yang maksimal. Sementara hal tersebut dinilai tidak akurat dan dikekang  oleh mereka yang benar-benar menyukai dan mendalami ilmu tentang sastra.  Bagi mereka pengagum sastra, kefokusan dan keseriusan terhadap  sastralah yang mampu memberikan nikmat tersebut dan hasil yang maksimal.  Menurut mereka jika memang seseorang ingin mendapatkan hasil yang  maksimal dari bidang sastra tersebut, dibutuhkan kefokusan dan  keseriusan dalam pembuatan karya-karya sastra serta kegemarannya dalam  bidang sastra tersebut.
Namun, tak jarang masyarakat yang awam  dalam dunia sastra mengatasnamakan sastra atau mungkin salah satu  pekerjaan di bidang sastra contohnya penulis (sastrawan)  sebagai  pekerjaan untung-untungan yang tidak memiliki penghasilan tetap, artinya  hanya dianggap sebagai hobi dan bukan sebagai pekerjaan. Sehingga  bidang sastra tersebut dikenal dan digeluti hanya terbatas pada mereka  yang berada di lingkaran kelompok tertentu. Sedangkan di luar itu,  sastra Indonesia tetap dianggap sebagai ruang gelap yang tak dikenal  sama sekali.
Inilah yang menjadi keharusan pemerintah Indonesia  untuk lebih menmbudidayakan perkembangan sastra di kalangan masyarakat  luas serta lebih mengenalkan wawasan tentang sastra kepada tunas-tunas  bangsa Indonesia berikutnya yang kelak akan meneruskan kelestarian  budaya-budaya di negara Indonesia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar