Hari itu (jumat, 21 maret 2014)
Wishu mengajak saya menemaninya nonton teater. Katanya ada tugas pengganti
presensi kajian drama, yaitu membuat resensi pertunjukan Kereta Kencana.
Sebagai sebagai sebagainya dia, yaaa saya harus ikut untuk menyemangati tugasnya,
lagipula butuh refreshing setelah lelah membuat LPJ Bendahara ASAS. Akhirnya
siang itu sebelum nonton teater, datang seseorang berambut gondrong ke kosan
Wishu. Dengan jeans bolong-bolong di lutut dan sepatu khas rock and roll-nya, dia naik ke tangga dan berhadapan langsung
dengan saya. Agak terkejut saya menebak-nebak penampilannya. And then.. what the jreng to the
jreng... ternyata dia adalah Jambrong. Kalau tulisan alaynya maybe begini >> 
"Zambronkz atau Zambronx"
hehe. *pernah alay*
Yap, nama aslinya Anjar Rahman,
teman satu pesantren dengan suami saya yang berasal dari UIN itu datang
mengunjungi kami. Memang sebelumnya sudah janji bertemu dengan Wishu untuk
melepas rindu (halah), tapi kebetulan berbarengan dengan hari menonton teater,
jadi Wishu mengajaknya juga untuk ikut bersama kami.
Karena mengejar jam malam untuk menonton,
maka siang sampai sore itu kami habiskan untuk berbincang-bincang di kosan.
Setelah mencurahkan berbagai kenangan di ruang itu sampai-sampai energi dan
kotak tertawa di tubuh kami habis, kami pun memutuskan untuk merevilnya dengan
makan bakso wader. (bakso favorit mahasiswa UPI).
Sore itu tepat ba'da ashar kami
makan bakso di sana. Beberapa menit makan dan tak melepas gurauan-gurauan iseng
kami, akhirnya percakapan Wishu dan Anjar sampai pada niat mereka untuk
menghubungi satu rekan pesantren mereka lagi yang juga berkuliah di UPI. Dia
adalah....what the jreng to the jreng... "Cimeng or Cimenk or Cimenx." ( whatever ~_~ ).
Baru saja Anjar berniat mengirimi
Cimeng alias Fajar sms, ternyata doi yang dituju sudah lebih dulu membaca
pikiran kami dari jauh. Handphone Wishu berdering, hadir sebuah pesan
dari nomor baru yang tak ia kenali. And
then setelah dibuka,
terbacalah sebuah kalimat,
"Di mana bel? Cimeng."
Guys, kalian luar biasa!
Insting dan intuisi sabahatnya kuat banget, kalau kata
Keenan di Film Perahu Kertas sih,, "tadi lupa matiin radarnya." so...
rencana semakin matang deh.
Kami pun mengajak Fajar menonton teater juga, dan kebetulan
dia bersedia ikut dengan kami.
Pukul setengah 6 kami bertemu Fajar
di kosan Wishu. Akhirnya semua sudah berkumpul dan ba’da maghrib kami menuju
kampus untuk menemui adik tingkat kami yang mengoordinir tiket pertunjukan itu.
Setelah membeli empat tiket, kami pun bersiap go to gedung kesenian Rumentang Siang (kata dosennya, pertunjukan
Kereta Kencana ada di tempat itu).
Dengan bermodalkan kepedean untuk
berangkat lebih dini, padalah teaternya baru open get pukul 19.30, kami pun berangkat berempat menunggangi 3
sepeda motor. Tentunya saya dengan suami, sementara Anjar dan Fajar membawa bebeknya
masing-masing. Setelah melahap perjalanan cukup jauh, kami pun sampai di rumsi
(singkat).
Melihat arloji masih berputar di
angka 7, dan penghuni di depan gedung rumsi masih tampak limit, hanya ada dua
orang satpam dan beberapa remaja yang berlalu lalang di sana, akhirnya kami pun
memutuskan untuk ngopdar (alias ngopi darat) terlebih dahulu. Setelah keluar
dari parkiran rumsi dan berjalan menyusuri Baranang Siang yang lengang,
akhirnya kami pun menemukan sebuah tempat untuk ngopdar. Wishu memesan empek-empek
telor dan kopi hitam *mendadak pengen nyanyi*, Anjar memesan empek-empek bakso,
Fajar memesan white kopi, sementara
saya si perempuan penikmat kopi yang mulai terjangkit maagh beberapa bulan lalu
memutuskan untuk memesan jus alpukat *cari aman* padahal saya ngiler ngeliat
orang-orang minum kopi. Oh God… GWS for
me! -_-
Menunggu waktu setengah jam
ternyata tak begitu lama karena kami menghadirkan obrolan yang padat di sana.
Setelah 30 menit berlalu, kami pun memutuskan untuk menuju rumsi kembali, tentu
dengan alarm kata-kata yang saya lontarkan, jika tidak, obrolan itu akan
berlangsung lebih lama lagi dan kami akan lupa bahwa di tangan kami ada 4 tiket
nonton teater yang harus segera dihadiri.
Dari kejauhan, tampak parkiran
rumsi masih belum penuh kendaraan. Kami pun bergegas masuk ke dalam gerbang. Ternyata
benar, suasana serupa masih terlihat di sana. Gedung rumsi yang masih lengang
tak banyak penghuni maupun orang yang memarkirkan kendaraannya. Hal itupun
membuat kami penasaran, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 wib, tapi
suasana di rumsi tampak seperti tak ada kegiatan pertunjukan. Wishu pun
menghampiri satpam dan lekas menanyakan pertunjukan Kereta Kencana yang
diperintah oleh dosennya itu. Dengan agak bingung, satpam menjawab, “malam ini tidak
ada pertunjukan, dikira aa-aa dan teteh ini mau latihan teater, jadi markir
motor di sini.”
What the ziiiiiing…
Akhirnya Fajar pun unjuk gigi, “di
tiketnya sih, pertunjukannya di IFI.”
Tangan saya langsung menghambur ke
dalam tas dan merogohi isinya untuk menemukan tiket saya. Penasaran, saya pun
langsung membaca tiket itu. Daaaan, benar saja! Ternyata pertunjukannya bukan
di gedung rumsi melainkan di IFI depan BEC. 
Oh God (again)…!
Kami berempat langsung tancap gas
dan meninggalkan rumsi juga satpam yang mungkin terkekeh melihat tingkah konyol
kami karena salah alamat. Entah Cimeng atau Jambrong, tiba-tiba seorang dari
mereka menyeletuk, “akhirnya kita salah alamat juga kaya Ayu Tingting.” ~ngggg…
Waktu menunjukan pukul 19.35, saya
sudah tak sabar melihat kereta api yang melintas dua kali di hadapan kami.
Rasanya ingin loncat melewati rel itu, tapi apa daya, badan sudah lemas dan tak
berselera karena niatan kami untuk menjadi penonton paling depan Kereta Kencana
akhirnya tertunda gara-gara Ayu Tingting itu, eeeh salah alamat maksudnya.
Ckck. Sementara Wishu di perjalanan segenting itu masih sempat berceletuk kesal
karena dosennya yang salah memberi informasi tempat pertunjukan, terlepas dari
kami yang tidak membaca tiketnya sejak awal membeli dan si adik tingkat yang
sudah “terlalu” memercayai kami tahu tempat pertunjukan teater tersebut berlangsung.
Sampai di IFI pukul 19.40, kami
bergegas menuju pintu masuk. Untunglah masih ada beberapa orang yang nampaknya
sama seperti kami, ketinggalan pertunjukan. Di sana sudah berjaga seorang aa-aa
(halah) menghalangi kami masuk, ternyata doi ingin berbagi aturan lebih dulu. Kata
aa-aa penjaga itu, kuota kursi di dalam sudah penuh, kalaupun kita ingin tetap
masuk, harus duduk di bawah (lantai) dengan jalan jongkok atau jalan kodok agar
penonton lain yang sudah stay dari
tadi, juga pertunjukan Kereta Kencana yang sudah dimulai itu tidak terganggu
karena kehadiran kami yang telat. ~wokeee
Demi tugas lelaki saya, dan demi almarhum
Opah WS Rendra, akhirnya kami pun terpaksa menuruti aturan tersebut. Tapi,
setelah masuk ke dalam gedung, saya menemukan sebuah kursi kosong dan Wishu
menyuruh saya untuk duduk di sana, sementara tiga kerabat yang sedari tadi bersama
saya termasuk Wishu, berjalan merunduk menuju lantai bagian depan untuk duduk
dan menonton di sana. Dengan pedenya saya langsung duduk di kursi kosong itu.
Tiba-tiba seorang perempuan setengah baya di samping kursi saya langsung
menegur, “maaf sudah ada orangnya di sini.” ~_~
Akhirnya saya berdiri, bingung, dan
malu jika harus berjalan ke dapan sendirian sambil berjongkok. Tidak mungkin
juga saya berteriak memanggil Wishu yang sudah sibuk menyiapkan catatannya. Saya
pun masih berdiri kebingungan. Lalu dari belakang, seorang perempuan cantik
berambut pirang mencolek saya, 
What the jreng to the jreng… Ternyata
dia adalah Hana..  (penyelamat), rekan
seangkatan saya di jatuk (jabang tutuka) teater lakon. Doi menawarkan untuk
berbagi kursinya dengan saya. Akhirnya tanpa pikir panjang langsung saja saya
terima, kebetulan tubuh kami cukup irit untuk duduk berdua di satu kursi.
Setelah beberapa menit menikmati
pertunjukan Kereta Kencana yang keren itu, saya pun mulai merasa pegal. Maklum,
sebetulnya saya dilarang duduk sembarangan oleh dokter karena akan berpengaruh
pada kondisi Junior. Tapi karena terpaksa dan tak ada pilihan, saya pun harus
bertahan beberapa menit duduk seadanya. Jika boleh memilih, harusnya saya rela
berjalan jongkok untuk bisa duduk lesehan di depan bersama suami dan dua rekan
kami. Tapi yaa begitulah, pertunjukan sudah setengah jalan. Saya pun semakin
resah dengan posisi duduk saya.
Beberapa menit kemudian, Tuhan
mendengar doa saya. Dia menulis skenario seseorang yang duduk di kursi atas
untuk hengkang dari tempatnya. Dan Tuhan menggiring mata saya untuk melihat
perpindahan itu. Akhirnya dengan segelintir ancang-ancang yang sudah disiapkan
ketika melihat gerak-gerik perpindahan orang itu, saya pun langsung berdiri,
berjalan dan melambai pada Hana yang masih duduk di kursi tadi. Saya langsung
melahap kursi kosong yang baru saja disediakan Tuhan. Dia mengerti antusias
saya untuk mengapresiasi pertunjukan itu. Thanks to Allah :-*
Pertunjukan Kereta Kencana adalah
pertunjukan yang dilakoni oleh Studiklub Teater Bandung (STB). Ketika
menyaksikan pertunjukan itu, ingatan saya langsung berputar, berlari ke
beberapa pertunjukan sebelumnya yang pernah saya tonton. Yap, ternyata saya
ingat sesuatu…
“Masih adakah cinta di antara kita?”
Yuhu, sebuah pertunjukan alit dari
teater koma karya Nano Riantiarno yang pernah diperankan oleh dirinya dan
istrinya. Mendadak saya ingat pertunjukan itu, karena suara dan acting para aktor sangat mirip dengan
gaya pengucapan aktor-aktor teater koma. *keren!
Ini beberapa foto pertunjukan Kereta
Kencana di IFI Bandung :
Sedangkan berikut ini beberapa foto
pertunjukan Tanda Cinta - Teater Koma per-fragmen yang saya ambil dari videonya
di laptop. Hehehe.
Menonton teater adalah sebuah
hiburan tersendiri bagi saya dan Wishu. Kebiasaan ini kami tularkan pada Anjar
dan Fajar dengan mengajak mereka berpetualang hanya untuk menonton sebuah naskah
keren karya WS Rendra dipentaskan. Akhirnya, di tengah pertunjukan Kereta
Kencana itu, imajinasi saya bermain. Saya mengandaikan kehidupan indah bersama
suami saya kelak. Ketika tak ada lagi yang bisa kami andalkan untuk
membahagiakan kami di luar sana, kami berdua pun siap untuk saling menghibur,
saling mengisi dan melengkapi. 
Sikap seseorang tak bisa dinilai
dari luarnya saja, tapi bagaimana ia bisa membawa dirinya menjadi bermanfaat
bagi orang lain. Seperti Ia yang selalu membuat saya tertawa dan bahagia,
sekalipun jalan yang kami ambil curam dan terjal, tapi bersamanya, saya merasa
nyaman dan terjaga. Sederhana saja. Karena bahagia memang sederhana. Seperti
kesederhanaan yang ia ajarkan pada saya.
Berjumpa dengan kawan lama, berbagi
kisah, menghasilkan gelak tawa yang jarang terjadi, dan memiliki insting juga
intuisi sebagai seseorang yang berarti bagi hidup orang lain. Kami sudah
melaluinya hari ini.
Seusai menonton pertunjukan teater,
kami pun berpisah lebih dulu dengan Cimeng karena dia harus menjemput
seseorang, ujarnya. Akhirnya saya, Wishu dan Jambrong yang mulai kelaparan
karena petualangan hebat malam itu, bersiap untuk dinner. Kami menuju tempat makan Jengkol Sufi yang letaknya di
Dago. Tapi tenang, saya tidak memesan jengkol, hanya menemani kedua pecinta
jengkol itu. Saya memilih menu lain yang lebih aman bagi nafas, eeeh, penampilan
saya (uwow) -,-
And finally , momen makan malam
itulah yang menjadi penutup pertemuan bersama rekan Wishu. Kami berpisah dengan
Jambrong di tempat itu setelah menghabiskan banyak obrolan dan juga makanan.
Saya dan Wishu kembali ke daerah atas (setiabudhi), sementara Anjar (si
Jambrong) berlawanan arah dengan kami (caheum).
I remember… the
way you look at me, yes I remember. –Mocca.
Lantas apa yang menjadi gagasan
atau ide pokok dari tulisan ini?
Teater? Sahabat? Cinta? Ayu
Tingting? Eeeh… Atau…?
Entahlah, saya hanya ingin berbagi
kisah dan menggabungkannya dalam arsip Kisah Berkesan di Blog ini. Apapun inti
ceritanya, saya bisa mengambil banyak kenangan yang diawetkan dalam Peramu
Kata. 
Perjalanan kami masih panjang, saya
masih ingin menulis, terlepas dari harus menulis skripsi atau melakukan
perlakuan penelitian di sekolah dan menulis hasilnya. Saya lelah, tapi ingin
menulis, jadi ini saja yang saya tulis. Sekadar berbagi sebelum akhirnya saya
benar-benar sibuk dengan berbagai macam urusan Junior. 
Saya akhiri dengan penggalan lagu ini,
Love was made for me and you…
Tertanda, yang tersayang :
Wishu Muhamad
ASAS Junior
Yahlamu Syahla’
Zhafran Muzhaffar
^_^





Tidak ada komentar:
Posting Komentar