Hari ini
tepat kedua kalinya aku tak mengisi absen kelas di matakuliah yang menghiasi hari
senin. Heemm, entahlah! kebiasaan ngaret libur dari hari sabtu mungkin.. Padahal
ini bukan liburan, melainkan keadaan kantongku yang sekaratlah yang
mengharuskanku pulang ke rumah abangku. Letaknya tiga jam perjalanan
menggunakan mobil angkutan umum dari arah kampusku. Hufth.. cukup melelahkan
yaa.. begitulah adanya. Jika bukan karena masalah ini sangat berimbas pada
kelangsungan hidupku, hoahh.. enggan
sekali rasanya aku lakukan perjalanan yang memakan banyak waktuku ini !
Senin.. Kosong tujuh,
kosong kosong :
Kunaiki kendaraan
beroda dua milik abangku, tentunya dengan posisi sebagai penumpang yang hanya
numpang di jok belakang.. hehe. Sedang abangku mengendarai roda dua di depan. Yaa..
memang itu adalah motornya, mau bagaimana lagi.. ckck. Aku sengaja kembali ke
habitatku di kosan 103 pada hari senin, agar aku bisa ikut (nebeng) di motor
abagku yang kebetulan harus mengajar sebagai seorang guru olahraga di salasatu SMA di kota itu. Yaa, letaknya lumayan mengocek ongkos hingga tujuh ribu
rupiahlah jika aku naik angkutan umum. Beruntunglah, hari itu abangku memulai
aktivitas rutinnya sebagai guru, jadi yaa aku bisa ikut diboncengnya sampai ke
tempat yang lumayan mengiritkan uang sakuku itu.. hehe. Ongkos mahal menn..!!!
kesempatan dalam kelonggaran (bukan kesempitan kok! *alibi :p)
Sampai didepan
gank tempat abangku mengajar. Aku turun dari roda dua itu, sedang abangku
memberi selembar uang berwarna biru dongker untukku. Pada zamanku tersebut,
uang biru dongker adalah uang lima puluh ribu. Entahlah, jika anda membaca
tulisan ini beberapa tahun ke depan, mungkin sudah berubah nominalnya dengan
warna yang kumaksudkan. Yaa, tergantung zamanlah yang merubah segalanya, hehe.
Kuulurkan
lengan kananku untuk mencium punggung telapak tangan kanan abangku, sebagai ucapan
perpisahan dan terimakasih karena masih menafkahiku sebagai pengganti
orangtuaku di kampung halaman (rumah). Yaa, beginilah nasib anak rantau yang
jauh dari orangtua karena harus melanjutkan studinya melalui jalur beasiswa,
tapi masih mempunyai keberuntungan karena memiliki abang yang juga merantau
sambil bekerja di daerah yang sama denganku itu.
Tak lupa kulepaskan
helm yang menutupi butir kepalaku yang ditumbuhi rambut lebat dan panjang. Yaa
karena helm itu milik abangku. Jika bukan, mungkin akan aku bawa ke kosanku
sebagai persiapan kalau-kalau ada yang mengajakku naik roda dua untuk berkeliling
kota atau bahkan menjajaniku ke tempat yang belum pernah kukunjungi.. hihihi
(khayalan tingkat tinggi) . Tapi apa boleh dikata, kukembalikan helm itu
padanya. Lalu dengan rasa percaya diri bahwa adiknya ini sudah hampir dewasa, ia
pun pergi meninggalkan adik gadisnya yang manis mematung seorang diri (huhu..
jangan nawar! :D)
Aku tak
tahu itu kali keberapa aku diturunkan di tempat itu. Bahkan mungkn aspal yang
kuinjak sudah bosan melihatku bertumpu diatasnya. Yaa karena sudah sering atau
bahkan jarang sehingga aspal tersebut tak mengingat wajah telapak kakiku. Entahlah..
aku manusia biasa, jadi mudah lupa.. hehe. Kembali ritual yang sama kulakukan
saat itu.. #menunggu sebuah kendaraan umum yang layak kunaiki.
Kuulurkan tanganku
lagi, kali ini aku bukan menjelma seorang wanita jalanan yang biasa mangkal di
pinggir aspal loh.. haha. Aku masih normal dan waras untuk melakukan hal sebodoh
itu hey ! Yaa.. aku hanya menghadang sebuah kendaraan beroda empat yang
bertujuan ke arah kampusku, di mana kosan 103 yang kutuju ada tepat di belakang
kampus kesayanganku itu. (semoga tidak hiperbola :D)
Beberapa menit
kemudian:
Sebuah
angkutan umum berwarna hijau tua berhenti tepat di pendirianku. Kupijakkan kaki
kananku ke dalam pintu yang sengaja terbuka untuk para penumpangnya (sesuai ajaran
ustad yang mengguruiku di sekolah keagamaan, ketika masuk kendaraan itu harus menggunakan
kaki kanan terlebih dahulu.. agar lebih afdol.. hehe begitulah yang kuingat,
semoga benar). Saat aku baru duduk di kursi yang saling berhadapan
satu sama lain itu, seluruh pasang mata yang sudah lama duduk di roda empat itu
menatapku lekat-lekat. Yaa, maklumlah mungkin mereka terpesona ketika melihatku
naik kendaraan itu.. ckck. Ini adalah ritual bangsa Indonesia hey! ketika
seseorang masuk ke dalam sebuah angkutan umum, pasti orang-orang yang terlebih
dahulu ada di dalamnya langsung mengamati setiap lekuk raga orang yang baru
memasuki angkutan tersebut. Seolah mereka ingin memberitahu pada penumpang awam bahwa kendaraan itu adalah daerah kekuasaannya karena lebih dulu menaikinya, ckck.. Ya Tuhan...!!!
Aku hiraukan
hal itu, karena tak penting juga.. hehehe. Beberapa saat setelah aku duduk manis di
kursi berbahan padat itu, lampu merahpun
berjaya di hadapan roda empat yang kutunggangi. Seperti ritual pada umumnya. Yaa anda jangan bosan mendengarnya karena Negara Indoonesia punya banyak ritual
yang memang menjadi budaya tersendiri bagi para pelakunya. Dua orang pria
separuh baya menghampiri gerbang utama roda empat yang kunaiki itu. Mereka
bertengger di alas yang menandakan ‘welcome’ untuk tiap penumpang di sana. Yaa..
semoga anda telah menduga sebelumnya. Pria-pria itu dengan gagah langsung menyanyikan
sebuah lagu yang cukup membuyarkan khayalan kekonyolanku dalam menulis catatan
ini. Lagu bertema ‘ibu’ menjadi andalan mereka untuk menguras dompet berisi uang receh
para penumpang angkutan umum itu.
Ibu..ibu..ibu.. :(
Ibu..ibu..ibu.. :(
Lewati rintangan, untuk aku anakmu.
Ibuku sayang, masih terus berjalan,
Walau telapak kaki, penuh darah penuh nanah.
Hoahhhhh...
ibuuuu... !!! sontak, aku menjelma balita yang menangis tersedu-sedu dengan selembar tissue yang menutupi lubang nafas dan cilap mata karena tak
ingin ada orang yang melihat atau bahkan mendengar rintihan penyakit akutnya. Tanpa pikir panjang kuberikan beberapa uang
koin yang lama kutabung dalam dompet bulatku. Untuk lagu sehebat itu, apa yang
membuatku ragu memberikan penghargaan bagi para pengamen jalanan yang tak
sempat mendapatkan keberuntungan sepertiku untuk dapat melanjutkan pendidikannya
di dunia yang semakin mengutamakan gengsi ini??? (read: tanpa tanda baca, hufth.. -,-') Hemm... sudah! The important one is “aku rindu ibu”
untuk kesekian kalinya dan takkan pernah mengecup titik akhir atas rindu yang
selalu mengakut ini. Tak pernah sembuh sampai kapanpun sebelum tabib termujarab
itu mengobatiku, yaa ketika beliau berada di hadapanku dan memelukku erat-erat,
menyingkap beban yang memberatkan pundakku.. ialah wanita mulia yang selalu kuingat dan kusayangi...... IBU..... :’(


Tidak ada komentar:
Posting Komentar