Senin, 03 Oktober 2011

dua belas empat puluh dua


dua belas empat puluh dua siang tadi;
kupijakkan kaki di jalan setapak yang menghubungkan ragaku dengan ragamu, sementara langit masih memasungku dengan masa jayanya yang memekikkan kerongkongan ini hingga menjelma sesosok gelandang yang terpanggang kehausan.

berulangkali lidah ini menjerit;
aku terperosok pada lembah yang garang. di mana kaki menginjak pada dataran yang gersang. di mana tumit mencium sosok hitam yang mengepul serupa tubuhku, bertengger di antara pijakkan kaki yang menyentuh aspal yang usang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar