Proses Membuat Draft Adegan Pertunjukan Teater
"Sura" karya Dewi Bulan
&
"Etalase Tubuh" karya Sahlan Bahuy
draft adegan ini saya buat ketika saya menjadi salah satu aktor dalam naskah tersebut untuk sebuah pementasan Teater Lakon yang diselenggarakan oleh Festival Teater Indonesia (FTI) di Gedung Rumentang Siang-Bandung pada tahun 2012 lalu. 
saya mencoba membuat draft adegan baru pada cerpen dan naskah yang sudah ada, belajar menulis dari adegan-adegan ketika berlatih teater. selamat mengapresiasi!
kalimat pengantar dariku :
"Duka hanyalah mentega yang meleleh di penggorengan
panas"
list adegan
-       Sura kecil dididik dari keluarga
yang over protektif, menyuruhnya belajar, dan melarang bermain ke luar dengan
anak-anak seusianya.
-         Di rumah, ayahnya begitu keras
padanya dan juga ibunya.
-        Sura amat dekat dan menyayangi
ibunya. Suatu ketika ibunya mengajak Sura ke sebuah rumah sakit untuk menemani
ibunya berobat. Mulai dari situlah Sura berjanji pada ibunya bahwa kelak ia
ingin menjadi seorang dokter sehingga ibunya tak perlu repot-repot menyisihkan
uang untuk membayar berobat atau sekedar menebus obat yang tak murah.
-     Suatu ketika Ayahnya bangkrut
ketika Sura menginjak sekolah menengah pertama. Ayahnya mulai ketahuan sering
main perempuan dan korupsi uang perusahaannya sehingga ia resmi dikeluarkan
dari perusahaan itu dan harus membayar hutang buah korupsinya terhadap uang
kantornya. Ayahnya mulai frustasi dan selalu menghambur-hamburkan uang yang
dimiliki ibunya dan tidak memikirkan keperluan keluarganya lagi. 
-       Sura tak peduli terhadap hal-hal
tentang cinta yang biasa terjadi pada anak seusianya. Ia begitu jera terhadap
lelaki karena perlakuan keras ayahnya pada ibunya di rumah. Akhirnya ia memutuskan
untuk membenci lelaki dan hanya akan memikirkan pendidikannya saja.
-  Sura mendapatkan juara kelas
berturu-turut, namun ia begitu angkuh dan sombong karena kepintarannya itu. Ia
mulai meremehkan teman-temannya dan menganggap bahwa dirinyalah yang paling
pintar.
-       Sura beranjak dewasa dengan niatan
menjadi seorang dokter karena citacita yang ia idamkan sejak kecil. Ia gigih belajar
dan mencoba mendaftarkan diri ke beberapa lowongan beasiswa perguruan tinggi.
-   Suatu ketika ibunya sakit-sakitan
karena perilaku ayahnya yang tidak bertanggung jawab pada keluarga. Dan ibunya
pun tidak mampu bertahan hidup karena sakit yang mulai kronis itu. Akhirnya  sang ibu pun meninggal dunia.
-   Sepeninggal
ibunya, Sura pun gagal meraih beasiswa impiannya untuk menjadi dokter karena
ketidakkonsenannya ketika mengikuti ujian seleksi. Ia pun depresi. Ia amat membenci
ayahnya, karena perilaku ayahnyalah yang menjadikan hidupnya berbelok tak
sesuai dengan apa yang ia impikan sejak dulu. Ibunya meninggal, dan ia tak meraih
beasiswa yang diimpikannya. Ia begitu dendam dan membenci ayahnya.
-      “mengapa Tuhan tak mencabut nyawa
ayah saja. aku masih membutuhkan ibu, aku tak butuh lelaki pengumbar mani itu.
aku hanya butuh ibu.”
-        Sura depresi dan melarikannya dengan mengunjungi diskotik, ia
pulang dan menjumpai ayahnya yang tengah terkapar di ruang tamu sepertinya
selesai bermain judi dan minum alkohol dengan teman-temannya. 
-     Ayah Sura tak sadarkan diri,
mengira bahwa yang datang itu bukanlah anak semata wayangnya. Ia memeluk Sura,
begitupun dengan Sura yang mulai layu tubuhnya karena pengaruh minuman keras.
Mereka masuk ke dalam kamar dan melakukan hubungan yang melanggar hakekat anak
dan ayah. Mereka bersenggama dalam ketidaksadaran bahwa mereka satu darah
daging.
Adegan 1
Siluet tubuh Sura remaja
dan ibunya di dalam rumah sakit
*Nyanyian Sendu*
Sura : Ibu, aku
berjanji suatu saat aku akan menjadi dokter pribadimu. Sehingga ibu tak
perlu repot-repot ke rumah sakit dan membayar biaya yang tak murah ini.
Ibu : ketika
janjimu amat mulia, maka ibu akan mendoakan itu agar kau mampu melunasinya pada
ibu. Kau harus menjadi orang yang sukses Nak. Pintar, cerdas, dan tidak
melupakan hakikatmu sebagai seorang wanita.
Sura : aku sayang
ibu. Ibu harus berjanji untuk sembuh. Ibu harus sembuh, kuat dan siap mendampingiku
untuk mencapai cita-cita itu.
Mereka berdua
berpelukan. dari belakang terdengar samar-samar suara perempuan yang tertawa
kencang, lalu lama kelamaan menangis. 
Adegan 2
Di luar panggung
Mbok Minah : sudah
hampir tiga puluh tahun saya menjadi tetangga setia keluarga Sura. Tapi belum
ada perubahan yang nampak bagi kemakmuran keluarga ini. saya hanya menjadi seorang
saksi bisu atas segala peristiwa yang terjadi dalam keluarga mereka. Tapi saya
peduli terhadap mereka. Ya, karena Ibu Sura amat baik terhadap saya. Ia kerap
meminjami saya uang atau bahkan memberikan makanan dengan cuma-cuma. Untuk
itulah saya masih setia menemani Sura hingga ia dewasa dan menentukan jalan
hidupnya.
Dalam panggung,
ruang tamu. Seorang wanita muda muncul dari arah pintu masuk.
Sura : Ibuuuu...
ibu... (tertawa riang)
Tampak suara ibu
dari arah dapur.
Ibu : iya Nak. Ada
kabar gembira apalagi sayang?
Sura : ibu, aku
bahagia. Suatu kehebatan tersendiri dan aku telah menduga semua Ini  Bu.
Ibu masuk ke ruang
tamu, menghampiri Sura dengan senyum bahagianya.
Sura : bu, Sura
meraih juara kelas lagi. Untuk ketiga kalinya sura mendapat penghargaan sebagai peraih rangking pertama ujian nasional di sekolah. Sura bahagia sekali bu.
Ibu : syukurlah
Nak, ibu juga ikut bahagia dengan apa yang kau capai ini. (batuk-batuk) 
Pelukan hangat sang ibu dilayangkan ke tubuh Sura.
Setting 1
(Nenek adalah Sura yang telah tua, cerita ini flashback
tentang dirinya dan keluarganya)
Di sini nenek seolah
menjadi tetangga Sura berusia 60 tahun. Ia menjadi saksi bisu atas setiap
peristiwa yang terjadi dalam keluarga tersebut.
Di luar panggung ::
Nenek : “Sura
adalah sebuah nama yang ibunya berikan karena perempuan itu lahir pada bulan
Sura dalam kalender Islam.”
Dalam panggung ::
Sura pulang dari
sekolah, ia bercerita pada ibunya bahwa ia mendapat nilai ujian nasional
tertinggi di sekolahnya dan berkesempatan meraih beasiswa pendidikan di fakultas
kedokteran dengan satu cara ia harus mampu melewati ujian tertulis yang
diadakan oleh perguruan tinggi tersebut. Mendengar itu ibunya sangat bahagia dan
memeluk Sura.
Dari pintu masuklah
ayah Sura dalam kondisi mabuk berat lalu berteriak tidak karuan. Ia mencemooh
perusahaannya, masalah keuangan di perusahaannya hingga menyentuh ranah korupsi
dalam perusahaannya.
Sura dan ibunya
sangat terkejut lalu ibunya mencoba mengajak bicara ayahnya, akan tetapi tak ditanggapi
dengan baik oleh ayahnya. Ia justru memarahi sang ibu dengan kata-kata kasar
bahkan sesekali wajahnya berubah ekspresi menjadi wajah lelaki hidung belang. Ia menggoda istrinya seolah yang sedang berbicara dengannya itu bukanlah istrinya
melainkan seorang PSK. Sehingga dengan genitnya ia merayu dan meminta PSK itu
menemaninya tidur.
Mendengar itupun
ibu Sura menangis. Kemudian Ayah Sura mengeluarkan sebuah surat dari dalam saku
kemejanya. Ibu langsung merampasnya, ternyata itu adalah surat PHK yang
dilayangkan perusahaan tempat Ayah Sura bekerja. Ya, benar saja. Ayah Sura di
PHK karena masalah keuangan yang disalahgunakannya dalam perusahaan tersebut. 
Di sana ayah Sura mulai tidak sadarkan diri atas ucapan dan tingkah laku yang ia perbuat.
Sesekali ia tertawa seperti orang gila, dan sekejap ia langsung mencibir tak
karuan.
Ibu Sura sangat
tertekan dengan kondisi itu, ia langsung menangis sejadi-jadinya. Kakinya mulai
berat. Ayah Sura langsung terjatuh dan tergeletak di lantai ruang itu. Sura
yang melihat semua itu ikut menangis dan berusaha meraih tubuh ibunya yang juga
mulai layu dan terduduk lesu di lantai tepat di samping kediaman ayahnya. Mereka
menangis dan meratapi nasib yang menimpa keluarga mereka.
Dari luar panggung ::
Si nenek menangis
lalu perlahan mereda.
“(sedih) Sura yang
malang, Ibu yang malang, (marah) Ayah yang tidak bertanggung jawab. (bingung) Ayah?
Ayah.....(menangis lagi)
catatan : 
sampai pementasan ini berlangsung dan detik ini juga, saya belum menyelesaikan rasa penasaran  saya dalam membuat adegan baru naskah ini, karena terhambat oleh kesibukan kampus dan aktivitas menulis genre lainnya. Uwow. *fight! L