Sejak
kecil sebenarnya aku lebih suka bergaya di depan kaca, atau kadang menunjukan
bakat fashion show – ku  di depan keluarga. Dengan memakai dress mini,
atau sekedar handuk acapkali selesai mandi, pasti aku langsung bergaya dan
berjalan lenggak-lenggok bak seorang model menuju kamarku. Itu aku lakukan
sejak usiaku berkisar 5-6 tahun. Ketika itu aku masih menduduki taman
kanak-kanak.
Di
rumah (cirebon) bahkan sampai saat ini masih bertumpukan seberkas CD lagu-lagu
India yang dulu sengaja kubeli karena kegemaranku menonton film India di tv.
Kini jarang kutemui film India di channel-channel
televisi, mungkin karena sudah tersingkirkan dengan banyaknya film maupun
acara-acara di Indonesia yang harus tayang, sehingga film luarpun berkurang
porsinya. 
Semakin hari, aku semakin menyukai musik-musik India. Tarian-tariannya pun mulai handal kugerakkan, liriklirik lagunya mulai hafal kunyanyikan, karena alat inderaku bersedia menampung kilasan gerak-gerik artis India yang menari dan bernyanyi saat musik terlantun.
Entah mengapa aku jadi pandai menari dan justru tertarik pada dunia tarian. Hal itupun menjadi sebuah prestasi perdanaku ketika duduk di bangku Taman Kanak-kanak.
Aku meraih juara terbaik dalam lomba yang tidak sengaja diadakan di TK – ku ( TK Al-Hikmah Cirebon).
Semakin hari, aku semakin menyukai musik-musik India. Tarian-tariannya pun mulai handal kugerakkan, liriklirik lagunya mulai hafal kunyanyikan, karena alat inderaku bersedia menampung kilasan gerak-gerik artis India yang menari dan bernyanyi saat musik terlantun.
Entah mengapa aku jadi pandai menari dan justru tertarik pada dunia tarian. Hal itupun menjadi sebuah prestasi perdanaku ketika duduk di bangku Taman Kanak-kanak.
Aku meraih juara terbaik dalam lomba yang tidak sengaja diadakan di TK – ku ( TK Al-Hikmah Cirebon).
Ketika itu guruguru kami tidak memberitahukan bahwa ada lomba di sekolah. Mereka hanya menyuruh kami berkumpul dan berdiri dalam satu ruangan luas dengan tape yang mulai memutarkan lagulagu nge - beat. Di sana berkumpullah semua murid TK Al-Hikmah mulai dari kelas nol kecil sampai kelas nol besar.
Setelah itu salah satu guru kami memberi aba-aba agar kami mulai menggerak-gerakkan tubuh mengikuti irama musik. Dengan hanya memerintahkan kami untuk mulai menari, kami pun melenggak-lenggok sesuka hati. Kami hanya tahu bahwa hari itu adalah hari free pelajaran, dan digantikan dengan hiburan kami menari-nari sepuasnya mengikuti irama musik yang diputar guru kami.
Esoknya, sebelum memulai pelajaran, guruku yang menjadi wali kelasku saat itu mengumumkan sebuah informasi tentang kegiatan kemarin.
Ternyata...
kegiatan menari kemarin dilombakan tanpa sepengetahuan kami,
dan terpilihlah aku sebagai juara favorit guruguru.
Akhirnya akupun mendapat sebuah bingkisan sebagai hadiah penari terbaik, dan setelah kubuka, bingkisan itu berisi sebuah kaos bergambar kartun tweete dengan bertuliskan pemenang lomba menari TK Al-Hikmah. Akupun sangat terkejut dan bahagia.
Sepulangnya di rumah, aku memberitahukan hal itu pada ibu, dan ibu langsung tertawa merespon ceritaku. Aku senang dan semakin suka menari karena prestasi yang kuraih ketika itu menambah motivasiku untuk menjadi penari. Kini kaos yang menjadi hadiah pertamaku itu entah berada di mana, karena sudah hampir 14 tahun aku tak memakainya lantaran tubuhku yang semakin besar.
Beranjak
ke masamasa sekolah dasar. Aku agak lupa memastikan usiaku, mungkin ketika aku
masih duduk di bangku kelas 3 atau 4 SD. 
Sebuah madrasah di daerah tempat tinggalku mengadakan lomba membaca puisi tingkat pelajar. Lomba tersebut tidak dibatasi berapa usia pelajarnya, yang merasa dirinya pelajar, maka boleh mengikuti lomba tersebut.
Entah ada angin apa, tibatiba kakakku yang kini menjadi guru bahasa inggris (Lena Rosyana) menyuruhku untuk ikut lomba tersebut, dan ia berjanji akan melatihku membaca puisi. Saat itu kepolosan membawaku untuk menerima tawaran kakakku itu.
Dengan modal seadanya, aku pun mengikuti lomba tersebut. Aku masih ingat judul puisi yang kubacakan ketika lomba, yaitu..
"Kupu-kupu"
Entah karya siapa, aku lupa. Tapi ada satu yang sangat kuingat. Lomba itu diikuti oleh sebagian besar seniorku di sekolah agama, dan aku adalah peserta termuda di sana.
Temanteman sebayaku tidak berminat mengikuti lomba tersebut, akhirnya rasa minder pun hampir menjelajahi pikiranku. Namun, aku terlanjur mendaftarkan diri di lomba tersebut. Sehingga mau tak mau aku harus tetap mengikutinya, setidaknya bisa menunjukkan hasil latihan bersama kakakku.
Sebuah madrasah di daerah tempat tinggalku mengadakan lomba membaca puisi tingkat pelajar. Lomba tersebut tidak dibatasi berapa usia pelajarnya, yang merasa dirinya pelajar, maka boleh mengikuti lomba tersebut.
Entah ada angin apa, tibatiba kakakku yang kini menjadi guru bahasa inggris (Lena Rosyana) menyuruhku untuk ikut lomba tersebut, dan ia berjanji akan melatihku membaca puisi. Saat itu kepolosan membawaku untuk menerima tawaran kakakku itu.
Dengan modal seadanya, aku pun mengikuti lomba tersebut. Aku masih ingat judul puisi yang kubacakan ketika lomba, yaitu..
"Kupu-kupu"
Entah karya siapa, aku lupa. Tapi ada satu yang sangat kuingat. Lomba itu diikuti oleh sebagian besar seniorku di sekolah agama, dan aku adalah peserta termuda di sana.
Temanteman sebayaku tidak berminat mengikuti lomba tersebut, akhirnya rasa minder pun hampir menjelajahi pikiranku. Namun, aku terlanjur mendaftarkan diri di lomba tersebut. Sehingga mau tak mau aku harus tetap mengikutinya, setidaknya bisa menunjukkan hasil latihan bersama kakakku.
Di penghujung acara, para pemenang lomba pun diumumkan. Alhasil, aku meraih juara harapan pertama pada lomba itu, dan tiga orang peraih juara inti adalah senior yang usianya jauh di atasku, kisaran usia SMP. Aku senang sekali, setidaknya aku mendapat piagam penghargaan dan bingkisan buku beserta alat tulisnya. Kakakku pun sangat bangga mengetahuinya.
“siapa dulu pelatihnya?” ujarnya sombong.
Duduk
di bangku kelas 5 – 6 SD, gairah menariku mulai sedikit terkikis karena
prestasi di bidang akademik yang menuntutku menjadi juara kelas.
Aku terlanjur meraih ranking pertama berturut-turut sejak kelas 1 sampai
6 SD (Tuhan yang mencerdaskanku dan mengatur segalanya), maka dari itu prestasi tersebut aku kembangkan agar bisa lulus ujian
nasional dengan hasil terbaik. 
Saat duduk di bangku kelas 5 SD itulah aku diajar oleh seorang guru bahasa Indonesia yang sangat komunikatif dan juga ekspresif. Caranya mengajar tidak membuat kami merasa jenuh. Kami justru senang ketika pelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Aku masih ingat nama guru favorit kami itu, ‘Ibu Ida’ guru bahasa Indonesia di SDN1 Pabuaran Kidul. Guru kedua yang sangat dekat denganku setelah ‘Ibu Ikeu’ wali kelasku.
Ibu Ida mengajarkan bahasa dengan gaya dan kemasan yang menarik. Kami diajarkan membaca puisi, cerita, pidato, berita, dan lainnya dengan ekspresi yang sesuai, dan nada juga tempo yang teratur.
Alhasil,
aku menjadi perwakilan sekolah dasarku untuk mengikuti lomba membaca puisi antar-sekolah di tingkat kecamatan. Aku pun meraih juara kedua. Mungkin karena aku agak kesulitan membaca puisi yang dilombakan dalam bahasa sunda.
Puisi karya Hikmat Sadkar berjudul Tanah Sunda
dan
Sangkuriang karya Beni Setia.
Dua puisi yang menggunakan bahasa sunda dan aku berhasil membacakannya di depan umum meskipun diawal latihan aku agak kesulitan memaknai isinya.
Aku tetap bangga meraih juara kedua, tapi terlintas sedikit rasa kecewa dibenakku ketika mengetahui bahwa yang mendapat juara pertama akan diikutkan dalam lomba membaca puisi tingkat kabupaten dan mewakili kecamatan tersebut.
Tapi beruntunglah temanku bernama ‘Lilih’, dia berhasil membawa nama baik sekolahku karena meraih juara pertama lomba mendongeng dalam bahasa sunda dan akan mewakili kecamatan kami untuk mengikuti lomba di kabupaten.
Dongeng yang berjudul ‘Sakadang Kuya jeung Sakadang Maung’ mampu menghantarkannya ke tingkat kabupaten. Ternyata ‘Lilih’ pun meraih juara kedua lomba mendongeng di tingkat kabupaten Cirebon. Sebuah kebanggaan besar bagi kami dan sekolah kami.
Saat duduk di bangku kelas 5 SD itulah aku diajar oleh seorang guru bahasa Indonesia yang sangat komunikatif dan juga ekspresif. Caranya mengajar tidak membuat kami merasa jenuh. Kami justru senang ketika pelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Aku masih ingat nama guru favorit kami itu, ‘Ibu Ida’ guru bahasa Indonesia di SDN1 Pabuaran Kidul. Guru kedua yang sangat dekat denganku setelah ‘Ibu Ikeu’ wali kelasku.
Ibu Ida mengajarkan bahasa dengan gaya dan kemasan yang menarik. Kami diajarkan membaca puisi, cerita, pidato, berita, dan lainnya dengan ekspresi yang sesuai, dan nada juga tempo yang teratur.
Alhasil,
aku menjadi perwakilan sekolah dasarku untuk mengikuti lomba membaca puisi antar-sekolah di tingkat kecamatan. Aku pun meraih juara kedua. Mungkin karena aku agak kesulitan membaca puisi yang dilombakan dalam bahasa sunda.
Puisi karya Hikmat Sadkar berjudul Tanah Sunda
dan
Sangkuriang karya Beni Setia.
Dua puisi yang menggunakan bahasa sunda dan aku berhasil membacakannya di depan umum meskipun diawal latihan aku agak kesulitan memaknai isinya.
Aku tetap bangga meraih juara kedua, tapi terlintas sedikit rasa kecewa dibenakku ketika mengetahui bahwa yang mendapat juara pertama akan diikutkan dalam lomba membaca puisi tingkat kabupaten dan mewakili kecamatan tersebut.
Tapi beruntunglah temanku bernama ‘Lilih’, dia berhasil membawa nama baik sekolahku karena meraih juara pertama lomba mendongeng dalam bahasa sunda dan akan mewakili kecamatan kami untuk mengikuti lomba di kabupaten.
Dongeng yang berjudul ‘Sakadang Kuya jeung Sakadang Maung’ mampu menghantarkannya ke tingkat kabupaten. Ternyata ‘Lilih’ pun meraih juara kedua lomba mendongeng di tingkat kabupaten Cirebon. Sebuah kebanggaan besar bagi kami dan sekolah kami.
Duduk di bangku kelas 5 SD, banyak hal yang ingin selalu aku ingat. Di samping
buku diary (harian) yang sudah gemar
kutulis sejak duduk di bangku kelas 3 SD, aku pun menuliskan ceritacerita
imajinasiku dalam sebuah buku tulis bersampul putih yang sengaja kubuat dan
kuberi judul “NOVEL”, buku itu aku
beri makan hingga aku duduk di bangku SMP.
Skip....skip.....skip....
SMP ---> SMA ---> KULIAH
SMP ---> SMA ---> KULIAH
(beberapa tahun kemudian...)
Tahun
2012 bulan Agustus lalu, aku mudik ke cirebon, sebuah kamar dengan suasana
berbeda kudapati ketika pulang ke rumah. Ternyata ibu mengganti tata letak barang
di dalam kamar. Aku pun membuka sebuah lemari berisi tumpukan dan jejeran buku
yang pernah kubeli dan kubaca sejak kecil. 
Di sana kutemukan sebuah buku yang mengembalikan ingatanku ke beberapa tahun silam. Sebuah buku dengan sampul yang tidak berwarna putih lagi dan agak usang, kutemukan di antara tumpukan buku pelajaranku ketika SMP. Buku bertuliskan “NOVEL” itu aku buka dan kubaca kembali.
Di sana kutemukan sebuah buku yang mengembalikan ingatanku ke beberapa tahun silam. Sebuah buku dengan sampul yang tidak berwarna putih lagi dan agak usang, kutemukan di antara tumpukan buku pelajaranku ketika SMP. Buku bertuliskan “NOVEL” itu aku buka dan kubaca kembali.
Sejurus
waktu, gelak tawaku pecah. Aku langsung merasa geli akan isi dari buku itu. Kumpulan
cerita pendek yang mengisahkan perjalanan persahabatan dan cinta masa kecilku (cimon)
dengan jelas tergambarkan dalam sudut pandang orang ketiga. Benar-benar takjub
dan masih belum mempercayainya. 
Tapi ada satu yang membuat mataku geli sehingga menggelitik organ tubuhku lainnya. Buku itu berjudul NOVEL akan tetapi di dalamnya justru berisi kumpulan cerita pendek roman picisan dengan variasi judul masingmasing di tiap cerita. – Hahaha – salah tafsir nama..
Tapi ada satu yang membuat mataku geli sehingga menggelitik organ tubuhku lainnya. Buku itu berjudul NOVEL akan tetapi di dalamnya justru berisi kumpulan cerita pendek roman picisan dengan variasi judul masingmasing di tiap cerita. – Hahaha – salah tafsir nama..
Sedikit aku dokumentasikan bentuknya ::
 



Ini
sepenggal catatan masa kecilku yang berhasil kubuat sebagai alarm memoar masa
silam. Meskipun masih ber-genre cerita populer (nge-pop) tapi setidaknya keinginanku untuk menulis cerita tanpa kusadari sudah tertanam sejak sekolah dasar.
Berawal
dari menari, 
membaca puisi,
menulis pengalaman yang dijadikan cerita,
dan satu lagi yang belum sempat kuceritakan dalam catatan ini...
‘menyanyi’ ,
sebuah hobi yang terlesap di antara ketiga hal itu.
membaca puisi,
menulis pengalaman yang dijadikan cerita,
dan satu lagi yang belum sempat kuceritakan dalam catatan ini...
‘menyanyi’ ,
sebuah hobi yang terlesap di antara ketiga hal itu.
Semuanya berkembang dan menyatu dalam jiwaku karena seorang wanita yang melatih kemampuanku sejak kecil. Aku adalah penggemar beratnya. Sampai kapanpun wanita itu adalah segalanya bagiku. Dia bukanlah kakakku yang melatihku membaca puisi, bukan pula guruguruku yang mengajari aku membaca dan berhitung, melainkan seorang wanita yang selalu menemani harihariku di rumah, yang menjelma malaikat dan mampu menjadi siapapun bagi perkembanganku.
(foto kedua orangtuaku zaman dulu)
Yaaa...
===== >>>> IBU
(',')
Beliau yang menambah kecintaanku pada kegiatan ‘menyanyi dan bercerita (mendongeng)’.
===== >>>> IBU
(',')
Beliau yang menambah kecintaanku pada kegiatan ‘menyanyi dan bercerita (mendongeng)’.
Sejak kecil, acapkali langit menutup diri, ibuku selalu mendongengkan ceritacerita legenda dan asal mula suatu tempat. Semisal cerita sangkuriang, danau toba, malin kundang, dan lainnya. Tak lupa ia selalu menyisipkan sebuah lagu yang berkaitan dengan cerita yang akan diceritakannya padaku menjelang tidur.
Sebuah
lagu anakanak dalam bahasa sunda, penghantar cerita anakanak yang ia ceritakan
padaku ::
abdi teh ayeuna
gaduh hiji boneka
teu kinten saena
sareng lucuna
ku abdi dierokkan,
erokna sae pisan
cik mangga tingali
boneka abdi
(^_^)
Sebuah lagu penghantar cerita Sangkuriang yang kini masih terekam dalam memoarku ::
nun dupa mengalun buka
tabir purbakala
riwayat priangan
ibu yang menanggung malang
dipercinta
oleh putra sangkuriang sakti
walau
mengetahui itu ibunda sejati
agar dapat
berlabuh di gelap malam
diminta menyiapkan
telaga dan perahu semalam
nun di
timur fajar tiba sebelum waktunya
sangkuriang
putra tak menepati janjinya.
....dan....
masih banyak lagu lainnya yang menjadi gawang kecintaanku pada menyanyi dan mungkin belum sempat aku tuliskan liriknya dalam catatan ini..
masih banyak lagu lainnya yang menjadi gawang kecintaanku pada menyanyi dan mungkin belum sempat aku tuliskan liriknya dalam catatan ini..
***
“IBU”
adalah pembimbing setia dalam catatan masa kecilku,
hingga kini..
selama ia dan aku masih bernafas.
Sebuah niatan tumbuh untuk menuliskan riwayat hidupnya dalam seberkas karyaku kelak.
** Mom... u’re my everything ** []





Tidak ada komentar:
Posting Komentar