Jumat, 28 Agustus 2015

Move and Grow (!)

Perempuan ini becermin;

Di dalam sana, tubuhnya semakin terlihat anggun dengan longdress menjuntai menutupi mata kaki, juga sepasang kaos kaki panjang berwarna hitam -kadang krem-

Ia merasa bahagia bisa berpindah dari sebuah tubuh yang dulunya tak pernah malumalu mengumbar rambut coklatnya, juga betis yang nyaris berotot karena sibuk latihan barisberbaris dan olahraga.

Ia merasa bahagia, tubuhnya berkembang ke arah yang lebih baik.

2010 - perempuan itu bermata sayu dengan rambut tergerai sebahu. Poni yang terjepit di sebelah kanan -kadang juga kiri- adalah ke-khas-an darinya.  Kemeja pendek dengan celana jeans gelap yang meliuk jelas -memancarkan lekuk tubuh berukuran sedang-

2011 - ia berpakaian etnik, dengan rok tunik dan tas gendong yang setia bersandar di punggungnya. Sepatunya bertalitemali, meski bukan sepatu ket, melainkan sepatu plastik juga kulit yang penuh ikatan membelit.

2012 - rambutnya tersembunyi dalam balutan kerudung. Tubuhnya mulai bersinergi dengan akal dan nurani. "Bukankah sudah waktunya untuk setia?" Ya, akhirnya perempuan itu setia mengenakan tudung di kepalanya. Meski jeans ketat dengan sobekan di lutut masih membelit kakinya.

2013 - ia masih mengenakan tudung di kepalanya, dengan panjang sedada -namun tak menutupinya. Celananya mulai berganti model. Kini ia lebih sering memakai kostum berbahan kain. Ya, perempuan itu mulai menyadari tubuhnya berada di fase mana. Ia mulai mengganti seluruh celana jeans yang nyaris tercabikcabik itu, dengan celana bahan berukuran longgar, kadang rok sepan, kadang juga rok yang menjuntai luas mirip rok cinderella.

2014 - tudungnya masih setia di kepala, masih berukuran sedada -kadang melebihi, namun tak sering. Ia mengklasifikasi bajubajunya -baju berkancing adalah favoritnya saat itu- sementara celana dan rok masih silih berganti menguasai jenjang kakinya.

2015 - tubuhnya berpindah dari satu fase ke fase berikutnya. Ia tersadar, betapa hijab adalah kewajiban seorang perempuan untuk mengenakannya. Kini -di tahun ini - tepatnya bulan juli - ia tumbuh dan berkembang ke fase yang lebih serius. Fase yang bukan mengutamakan fesyen atau kecantikan dari pakaian, melainkan "inner beauty" yang benarbenar dihadirkan dan tak mencolok penampilan. Keimanan dan ketakwaan seorang perempuan -ia masih belajar, sama seperti perempuan awam lainnya yang ingin berkomitmen dengan tubuhnya. Ia mulai terbiasa dengan rok menjuntai menutupi mata kaki, kaos kaki hitam menutupi telapak kaki, manset tangan menutupi pergelangan, baju tak ketat yang panjangnya melebihi paha, dan tentunya tudung yang menjuntai menutupi dada bahkan perutnya.

Ia bahagia, tubuhnya bermetamorfosa.
Ia bahagia, lingkungannya dapat menjamah akal dan pikiran untuk kembali ke aqidah dan akhlak yang Tuhan inginkan.

Ia bahagia, masa kecilnya kembali ke hadapan. Impian dan seluruh asa yang mulai menampakkan wujudnya.

Terimakasih, segalanya terbayar sudah.
Mimpimimpi masa kecil -harapan untuk mondok pesantren di Jawa, harapan untuk menutup aurat dari ujung rambut hingga kaki sejak sekolah dasar, harapan dan mimpimimpi yang sempat dibabat habis oleh orang tersayang di sana- segalanya mulai terasa nyaman untuk dilakoni saat ini. Meski tak persis berada di tempattempat yang diimpikan itu, namun sejatinya Tuhan sudah bijak dan berbaik hati untuk memberikan rasa yang sama dengan segala harapanharapan itu. Sepertinya Tuhan menawarkan kebahagiaan yang harus selalu dijemput dan diciptakan oleh diri kita masingmasing.

Thanks to Alloh.
Alhamdulillah... semoga selalu menjadi pribadi yang lebih baik di tengah maraknya fesyen yang berkelebat.

Saat oranglain berkamuflase dengan lingkungannya kini -ada yang menjadi lebih buruk; roknya tergeser oleh celana, bajunya hanya sepaha dan tudungnya tak melebihi dada- semoga ia kembali menjadi dirinya yang dulu; yang cerminannya sudah menyerap dalam tubuhku.

Semoga selalu sempat berdoa untuk keselamatan diri sendiri, juga oranglain. ❤❤❤

Jumat, 07 Agustus 2015

Hijrah

Beginilah tubuh kami berpindah tempat dari tahun ke tahun.

Kita tak pernah tahu, di usia ke berapa, kita mampu meraih mimpi yang hakiki.

Memangnya segala mimpi itu hakiki ya?
Tidak juga. Tapi berusaha menggapainya, why not?

Setelah menjalani tugas menjadi seorang guru atau pengajar atau mungkin pendidik juga, saya berkesimpulan bahwa passion dalam diri saya bukan berada di wilayah ini (red:wilayah pengajaran di kelas). Entah mengapa, seolah ruh saya tidak nyaman berada di posisi ini. Lantas apa passion saya? Bingung, saya juga masih merabanya.

Padahal suasana kelas dan sekolah sudah cukup bersahabat, murid-murid sudah segan dan menyenangi pelajaran bahasa indonesia, tapi jauh di dalam kepala saya.. Seseorang meneriaki otak saya hingga nyaris pecah.

Siapa yang berteriak?
Diri saya dari sisi yang lain.

Mau jadi apa dong si saya ini?

Penulis? Nggak deh kayaknya, cuma tulisan ringan yang belum punya ruh. (Tapi masih dipertimbangkan sejauh mata memandang).

Pebisnis? Bukannya dari awal memang cuma pelarian saja ya, sebagai pengisi kekosongan? Heeum, maybe kalau sudah mentok, larinya jadi tukang dagang.
Hehe.

Guru? Sedang dijalani, tapi belum sepenuhnya dari hati. (Mungkin efek masih punya baby yang kudu diurus di dalam rumah & belum rela bepergian lamalama tanpa si baby ini).
Waw, apa kabar anak kedua nanti? Yeay! Bakal mengeram dalam rumah lagi nih kayaknya.

Atau mungkin saya minat berkuliah lagi dan menjadi dosen?
Option pertama setuju, option kedua belum tahu karena masih seputar belajar mengajar. Yap, saya mau belajarnya saja tapi masih belum 'klop' dengan kegiatan mengajarnya. Padahal niat saya menjadi guru 'harusnya' adalah untuk mengamalkan ilmu. Mungkin belum sepenuhnya diniatkan dari hati nurani, ya.

Tapi ternyata lebih asik mengurus anak di rumah loh (red: ibu rumah tangga). Capeknya terlihat, hasilnya pun terlihat, bahagianya tiada dua, pahalanya berlipatlipat. Hihi. Tibatiba muncul celetukan, "mendidik anak sendiri saja dulu sebelum si kamu mendidik anak orang lain." Yes!

Entah karena kelamaan vakum berkarir dengan dunia luar atau karena memang belum menemukan passion.

Apalagi tahun ini jadi tantangan terheboh juga, sih. Meninggalkan bayi di rumah untuk pergi mengamalkan ilmu menjadi guru sekaligus pelatih ekskur Teater di sebuah sekolah islam. Heuheu. Semoga Syahla lekas tumbuh dan berkembang, supaya bisa ikut bunda ke sekolah tanpa digendong terus menerus. Jadi bunda nggak khawatir dengan kondisi kamu :D

Supaya suatu saat bunda rela bepergian tanpa Syahla, karena Syahla sudah bisa main sendiri nantinya dan nggak merepotkan orang lain lagi.

Oh iya, Syahla sedang bersiap menjadi kakak ^_^ Sebentar lagi saya menuju status "mother of two". Dengan demikian, Syahla nggak akan kesepian lagi karena nanti punya adik yang usianya berdekatan. Horeee! *semoga akur dan nggak ributributmulu*

terka menerka...

Kirakira setelah melahirkan, saya berhenti mengajar atau lanjut ya?
Lalu.. kami masih akan tinggal di Karawang atau pindah rumah ke kota lain, atau justru kembali ke Tanjungsari?
Siapa tahu lolos beasiswa luar negeri. Aamiin..

Heu, segala kemungkinan bisa terjadi tanpa didugaduga.

Tak sabar menanti deretan hari esok yang penuh misteri.

Bismillah. Rela melakoni bidang yang sedang digeluti saja dulu-lah, setelahnya, siapa yang tahu? *singsingkan lengan* ~,~

Selamat berhijrah!