Ketika Prostitusi Dilegalkan
Bandung termasuk
salah satu kota yang konon disorot sebagai kawasan prostitusi tertinggi kedua
setelah Surabaya. Beberapa tempat yang sudah tak asing lagi di mata
masyarakatnya menjadi langganan para lelaki hidung belang yang sengaja datang
dengan berbagai alasan. Salah satu tempat yang paling dikenal masyarakat
Bandung sebagai tempat prostitusi bernama Saritem. 
Pada masa
penjajahan Belanda, nama Saritem tersohor sebagai tempat hiburan malam seperti
diskotik dan karaoke. Menurut salah seorang pekerja, sebut saja Anggrek, tempat
itu didirikan oleh seseorang berkebangsaan Belanda yang sengaja menjadikannya
sebagai tempat hiburan orang-orang Belanda ketika masih menjajah Indonesia.  Dinamakan Saritem awalnya karena tempat tersebut
terletak di jalan Saritem. Namun karena tempat itu menimbulkan kontroversi di
kalangan masyarakat Bandung, maka tempat tersebut sempat ditutup.  Setelah resmi ditutup pada tahun 1998,
didirikanlah sebuah pesantren di sana.
Seiring
berjalannya waktu, tempat tersebut hadir kembali karena beberapa pekerja seks
yang sengaja memunculkannya lantaran sulit mencari pekerjaan di bidang lain.
Mereka sudah meyakini bahwa pekerjaan itulah yang mampu mereka lakukan dan bisa
menghidupi mereka serta keluarganya. Menurut Anggrek, dipilihnya kembali kawasan
itu sebagai tempat prostitusi karena letaknya yang strategis. Akhirnya sekitar
tahun 2000, tempat tersebut hadir dengan sebutan lain. Tempat yang dekat dengan
sebuah bangunan pesantren itupun kini disebut Gang Pesantren. Konon pengadaan
tempat itu sudah mendapat izin dari pihak berwajib kota Bandung, sehingga pihak
pesantren tidak berani menggugat keberadaannya. Namun tetap saja ada beberapa
orang yang masih senang menyebutnya Saritem.
Anggrek
menjelaskan bahwa tempat tersebut kini dikelola oleh orang-orang yang memang
mengabdikan diri di sana dan berkaitan
dengan kegiatan tersebut, di antaranya para pekerja seks, calo sebagai
perantara pelanggan kepada pramunikmat, dan dokter yang sengaja dihadirkan
untuk menangani kesehatan para pekerja seks serta pelanggannya. Anggrek juga
menyebutkan siapa saja para pelanggan yang datang ke tempat itu. Kebanyakan
pelanggannya adalah pekerja kantoran. Tak jarang para pegawai dinas juga
mengunjungi tempat itu, sebutlah para polisi dan tentara militer. “Pegawai
dinas tidak boleh berkunjung kalau sedang memakai baju dinas,” jelas Anggrek.
Sebagian besar pelanggan mengaku berkunjung ke tempat tersebut untuk mencari
kesenangan belaka, namun ada pula yang sengaja datang karena sedang stres
dengan pekerjaan mereka dan masalah rumah tangganya. 
Tempat yang sudah
memiliki banyak pelanggan itu dibuka mulai pukul 12 siang sampai pukul 5 pagi
dengan fasilitas yang cukup memadai, seperti kamar tidur yang bersih, kipas
angin di setiap ruangan serta kamar mandi yang lengkap dengan shower.
Mereka memasang
tarif yang beragam dan terjangkau, berkisar antara Rp 100.000,- sampai Rp
500.000,-. Tentu saja pelanggan yang berani membayar mahal yang akan memperoleh
layanan terbaik. Pekerja seks yang berumur 25 tahun ke atas memasang tarif
mulai dari Rp 100.000,-. Bagi mereka yang baru bekerja di tempat tersebut
dipasang tarif Rp 150.000,- sebagai bahan tarif percobaan. Apabila pekerja baru
itu mendapat banyak pelanggan, maka tarif yang dipasang pun dinaikkan,
tergantung dari kesepakatan pekerja seks dan pelanggannya. Di tempat tersebut
bekerja pula para janda muda yang memasang tarif Rp 200.000,-. Sementara para
pekerja seks yang bertubuh bagus dan berparas cantik memiliki tarif tersendiri.
Di antaranya, bagi mereka yang berusia sekitar 23 sampai 26 tahun memasang
tarif Rp 250.000,- dan ada juga yang 
berusia 19 sampai 25 tahun yang memasang tarif Rp 300.000,-. Sedangkan
tarif termahal sebesar Rp 400.000 sampai Rp 500.000,- dipasang oleh para
pekerja seks yang bertubuh bagus, berkulit putih, berparas cantik, dan biasanya
mantan model.  Sampai saat ini, tempat
tersebut masih ramai dikunjungi lelaki hidung belang yang ingin mencari
kepuasan meskipun harus berani membayar mahal tarif yang dipasang.
Catatan :
Tulisan ini ditulis kisaran
tahun 2012, untuk itu apabila Anda yang membacanya berada di tahun yang
berbeda, mohon perhatikan perkembangan zaman dan aturan yang saat ini sedang
berlaku di masyarakat kota kembang, sehingga kita bisa sama-sama memosisikan
berita ini sesuai porsinya. Barangkali tahun ini sudah tidak dilegalkan dan
atau lain-lainnya. Segala kemungkinan bisa saja terjadi seiring perkembangan
zaman dan berjalannya waktu. Terima kasih.
NB :
(Tulisan ini diperoleh dari hasil
wawancara salah seorang teman saya bersama seorang pegawai / pramunikmat di
tempat tersebut yang kemudian saya transkip ke bentuk tulisan sebagai bahan investigasi sewaktu mengontrak mata kuliah di kelas Jurnalistik angkatan
2010).